Sabtu, 02 Juli 2011

SIAPAKAH MANUSIA

Dengan nama Allah yang maha Pengasih dan Penyayang.
Demi tin dai zaitun, dan Bukit Sinai, dan kota ini yang aman.
Kami telah ciptakan manusia dalam bentuk yang terbaik,
kemudian Kami jatuhkan dia serendah-rendahnya
kecuali mereka yang beriman dan mengerjakan amal kebajikan.
Maka bagi mereka pahala yang tiada putusnya.
Sesudah itu, apa yang menyebabkan mereka menyangkal
 Engkau tentang hari kiamat akan datang?
Bukankah Allah Hakim yang paling bijaksana?
(QS. At-Tin 1-8)
 Pengungkapan tentang Manusia

Kejadian manusia dan asul-usulnya dipandang dengan cara yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut dikarenakan dari segi memandangnya yang berbeda misalnya dari segi agama ataupun ilmu pengetahuan. Pandangan agama tentang manusia juga memiliki keberagaman misalkan dalam agama Hindu manusia berkaitan erat dengan kejadian alam semerta. Pada gambaran tersebut tidak memberikan gambaran yang jelas agar dapat mudah dipahami. Kejadian manusia dalam agama ini diceritakan bahwa alam terjadi sewaktu Dewa Barahma yang sedang mandi dan tetesannya mengalir menjadi sungai Gangga, selanjutnya terjadinya alam akibat bertemunya dua dewa sehingga tercipta bulan, matahari, manusia, awan dan sebagainya. (Saleh A. Nahdi, Adam Manusia Pertama) Kisah yang lain dalam kitab Taurat menyebutkan bahwa kejadian manusia terurai dengan jelas, tercantum dalam kitab Kejadian pasal 1:2, pasal 12: 21-22 yang intinya menyatakan bahwa manusia dijadikan secara mendadak, termasuk Siti Hawa dari tulang rusuk Adam. (Lembaga Kitab Indonesia, Alkitab dengan Kidung Jemaat)
Manusia secara bahasa disebut juga insan yang dalam bahasa arabnya berasal dari kata nasiya yang berarti lupa. Sedangkan dilihat dari kata dasar al-uns yang berarti jinak. Kata insan dipakai untuk menyebut manusia, karena manusia memiliki sifat lupa dan jinak, dalam hal ini manusia selalu menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru disekitarnya. Manusia dengan cara keberadaannya sekaligus membedakan secara nyata dengan mahluk yang lain. Dalam kenyataan mahluk yang berjalan diatas dua kaki, kemampuan berfikir dan berfikir tersebut, yang menentukan manusia pada hakekatnya. Manusia juga memiliki karya yang dihasilkan sehingga berbeda dengan mahluk yang lain.  Manusia dalam karyanya dapat dilihat dalam seting sejarah, seting psikologis situasi emosional dan intelektual yang melatarbelakangi karyanya. Dari karya yang dibuat manusia tersebut menjadikan ia sebagai mahluk yang menciptakan sejarah. Manusia juga dapat dilihat dari sisi dalam pendekatan teologis, dalam pandangan ini melengkapi dari pandangan yang sesudahnya dengan melengkapi sisi trasendensi dikarenakan pemahaman lebih bersifat fundamental. Pengetahuan pencipta tentang ciptaannya jauh lebih lengkap dari pada pengetahuan ciptaan tentang dirinya. (Musa Asy’ari, Filsafat Islam, 1999)        
Berbicara tentang manusia maka yang tergambar dalam fikiran adalah berbagai macam perfektif, ada yang mengatakan manusia adalah hewan rasional (animal rasional) dan pendapat ini dinyakini oleh para filosof. Sedangkan yang lain menilai manusia sebagai animal simbolik adalah pernyatakan tersebut dikarenakan manusia mengkomunikasikan bahasa melalui simbol-simbol dan manusia menafsirkan simbol-simbol tersebut. Ada yang lain menilai tentang manusia adalah sebagai homo feber dimana manusia adalah hewan yang melakukan pekerjaan dan dapat gila terhadap kerja. Manusia memang sebagai mahluk yang aneh dikarenakan disatu pihak ia merupakan “mahluk alami”, seperti binatang ia memerlukan alam untuk hidup. Dipihak lain ia berhadapan dengan alam sebagai sesuatu yang asing ia harus menyesuaikan alam sesuai dengan kebutuh-kebutuhannya. Manusia dapat disebut sebagai homo sapiens, manusia bersikap arif karena memiliki akal budi dan mengungguli mahluk yang lain. Manusai juga dikatakan sebagai homo faber hal tersebut dikarenakan manusia tukang yang menggunakan alat-alat dan menciptakannya. Salah satu bagian yang lain manusia juga disebut sebagai homo ludens (mahluk yang senang bermain). Manusia dalam bermaian memiliki ciri khasnya dalam suatu kebudayaan bersifat fun. Fun disini merupakan kombinasi lucu dan menyenangkan. Permaianan dalam sejarahnya juga digunakan untu memikat dewa-dewa dan bahkan ada suatu kebudayaan yang menganggap permainan sebagai ritus suci. (K. Bertens, Panorama Filsafat Modern, 2005)  
Marx menunjukan perbedaan antara manusia dengan binatang tentang kebutuhannya, binatang langsung menyatu dengan kegiatan hidupnya. Sedangkan manusia membuat kerja hidupnya menjadi objek kehendak dan kesadarannya. Binatang berproduksi hanya apa yang ia butuhkan secara langsung bagi dirinya danketurunnya, sedangkan manusia berproduksi secara universal bebas dari kebutuhan fisik, ia baru produksi dari yang sesungguhnya dalam kebebasan dari kebutuhannya. Manusia berhadapan bebas dari produknya dan binatang berproduksi menurut ukuran dan kebutuhan jenis produksinya, manusia berproduksi mnurut berbagai jenis dan ukuran dengan objek yang inheren, dikarenakan manusia berproduksi menurut hukum-hukum keindahan. Manusia dalam bekerja secara bebas dan universal, bebas I dapat bekerja meskipun tidak merasakan kebutuhan langsung, universal dikarenakan ia dapat memakai beberapa cara untuk tujuan yang sama. Dipihak yang lain ia dapat menghadapi alam tidak hanya dalam kerangka salah satu kebutuhan. Oleh sebab itu menurut Marx manusia hnya terbuka pada nilai-nilai estetik dan hakekat perbedaan manusia dengan binatang adalah menunjukan hakekat bebas dan universal.(Franz Magnis Suseno, Pemikiran Karl Marx, 1999).      
Antropologi adalah merupakan salah satu dari cabang filsafat yang mempersoalkan tentang hakekat manusia dan sepanjang sejarahnya manusia selalu mempertanyakan tentang dirinya, apakah ia sedang sendirian, yang kemudian menjadi perenungan tentang kegelisahan dirinya, ataukah ia sedang dalam dinamika masyarakat dengan mempertanyakan tentang makna hidupnya ditengan dinamika perubahan yang kompleks, dan apakah makna keberadaannya ditengah kompleksitas perubahan itu? Pertanyaan tentang hakekat manusia merupakan pertanyaan kuno seumur keberadaan manusia dimuka bumi. Dalam jawaban tentang manusia tidak pernah akan selesai dan dianggap tidak pernah sampai final dikarenakan realitas dalam keling manusia selalu baru, meskipun dalam subtansinya tidak berubah. (Musa Asy’ari, Filsafat Islam, 1999)
Manusia menurut Paulo Freire manusia merupakan satu-satunya mahluk yang memiliki hubungan dengan dunia. Manusia berbeda dengan hewan yang tidak memiliki sejarah, dan hidup dalam masa kini yang kekal, yang mempunyai kontak tidak kritis dengan dunia, yang hanya berada dalam dunia. Manusia dibedakan dari hewan dikarenakan kemampuannya untuk melakukan refleksi (termasuk operasi-operasi  intensionalitas, keterarahan, temporaritas dan trasendensi) yang menjadikan mahluk berelasi dikarenakan kapasitasnya untuk meyampaikan hubungan dengan dunia. Tindakan dan kesadaran manusia bersifat historis manusia membuat hubungan dengan dunianya bersifat epokal, yang menunjukan disini berhubungan disana, sekarang berhubungan masa lalu dan berhubungan dengan masa depan. manusia menciptakan sejarah juga sebaliknya manusia diciptakan oleh sejarah. (Denis Collin, Paulo Freire Kehidupan, Karya dan Pemikirannya, 2002).
Hakekat manusia selalu berkaitan dengan unsur pokok yang membentuknya, seperti dalam pandangan monoteisme, yang menccari unsur pokok yang menentujkan yang bersifat tunggal, yakni materi dalam pandangan materialisme, atau unsur rohani dalam pandangan spritualisme, atau dualisme yang memiliki pandangan yang menetapkan adanya dua unsur pokok sekaligus yang keduanya tidak saling menafikan nyaitu materi dan rohani, nyakni pandangan pluralisme yang menetapkan pandangan pada adanya berbagai unsur pokok yang pada dasarnya mencerminkan unsur yang ada dalam marco kosmos atau pandangan mono dualis yang menetapkan manusia pada kesatuannya dua unsur, ataukah mono pluralism yang meletakkan hakekat pada kesatuannya semua unsur yang membentuknya. Manusia secara individu tidak pernah menciptakan dirinya , kan tetapi bukan berarti bahwea ia tidak dapat menentukan jalan hidup setelah kelahirannya dan eksistensinya dalam kehidupan dunia ini mencapai kedewasaan dan semua kenyataan itu, akan memberikan andil atas jawaban mengenai pertanyaan hakekat, kedudukan, dan perannya dalam kehidupan yang ia hadapi. (Musa Asy’ari, Filsafat Islam, 1999)                 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar